Senin, 14 Februari 2011

JANGAN TERKECOH PEMBERITAAN MEDIA

JANGAN TERKECOH PEMBERITAAN MEDIA
Dalam pekan ini Pemerintah disibukkan mengkonfirmasi”Berita Bohong” yang di konstruksi media massa, baik media elektronik maupun media cetak sesungguhnya berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa bisa terjadi demikian?, sebab media tidak semata-mata sebagai saluran pesan yang pasif tetapi media pun aktif melakukan konstruksi terhadap peristiwa. Melalui berbagai instrumen yang dimilikinya media berperan serta membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Kontruksi terhadap realitas dapat dipahami sebagai upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, benda atu apapun. Wartawan ketika melihat suatu realitas ia menggunakan pandangan tertentu sehingga realitas yang hadir merupakan realitas yang subjektif. Berbeda dengan dengan pandangan yang mengandaikan terdapat realitas “berada diluar sana” yang objektif. Realitas (fakta) bukanlah sesuatu yang terberi (reality is not given) melainkan ada dalam benak kita ungkap James W. Carey. Fakta atau realitas itu diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita oleh wartawan. Maka tak mengherankan jika media memberitakan berbeda sebuah peristiwa yang sama karena masing-masing media memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri.
Dalam pandangan Peter D. Moss berita di media massa merupakan konstruksi kultural, dalam melihat realitas sosial media menggunakan kerangka tertentu untuk memahaminya. Media melakukan seleksi atas realitas, mana realitas yang akan diambil dan realitas mana yang ditinggalkan. Juga media kerap memilih nara sumber mana yang akan diwawancarai dan nara sumber mana yang tidak diwawancarai. Melalui narasinya media sering menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia. Mana yang baik dan mana yang buruk, siapa pahlawan dan siapa penjahat, apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seseorang. Dalam ungkapan Dennis McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagaian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang mengahalangi kebenaran.
Dalam kegiatannya melaporkan peristiwa yang terjadi, pada dasarnya media menafsirkan dan merangkai kembali kepingan-kepingan fakta dari realitas yang begitu kompleks sehingga membentuk sebuah kisah yang bermakna dan dapat dipahami oleh khalayak. Menurut Eriyanto (20006) ada tiga tingkatan bagaiamana media membentuk realitas, pertama media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. Kedua, media memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita. Ketiga, media juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai hal yang penting atau tidak. Tidak berlebihan jika Tony Bennet(1997) menyebut media sebagai agen konstruksi sosial, bukankah demikian? (SA).

Tidak ada komentar: